Ada
sebuah peristiwa yang memilukan, seorang petani hutan Rosidi (41) yang dikenakan
hukuman 10 tahun penjara serta denda maksimal Rp 5 miliar. Rosidi dituduh telah
mengambil pohon jati yang ditebang dan dibiarkan terbengkalai di hutan pada
tanggal 5 November 2011. Dan 4 bulan
setelah itu dia ditangkap dan dipenjara. Langkah polisi menahan petani hutan
Rosidi (41) di Rutan Kendal, Jawa Tengah, dinilai berlebihan. Rosidi ditahan
sejak 22 Februari 2012 karena mengambil 1 pohon jati senilai Rp 600 ribu dan
terancam 10 tahun sesuai pasal 50 UU Kehutanan.
Tentunya
kasus penahanan Rosidi ini mengundang protes dari berbagai pihak, karena banyak
masyarakat yang menilai bahwa hukuman ini tidak adil. Anggota Komisi III
(Hukum) DPR, Eva Kusuma Sundari mengatakan hukuman yang diberikan kepada Rosidi
tidaklah tepat, Karena tidak berpotensi melarikan diri ataupun menghilangkan
barang bukti, terlebih lagi Rosidi adalah warga miskin dan buta huruf sehingga
tidak mungkin memiliki niat untuk melarikan diri. Selain itu dengan ditahannya
Rosidi maka negara akan terbebani yaitu memberikan makan kepada Rosidi sebagai
tahanan. Terkait pasal yang diterapkan kepada Rosidi, Eva menilai aparat
penegak hukum tidak memahami substansi UU Kehutanan. Sebab, pasal tersebut
dibuat untuk pelaku kejahatan kehutanan sebagai kejahatan serius yaitu
dilakukan dalam skala besar dan berdampak bagi kerusakan alam sperti banjir,
longsor dan lain-lain.
Bapak Rosidi (41)
Dukungan
terhadap petani hutan Rosidi (41) yang meringkuk di penjara dan terancam 10
tahun bui karena mengambil 1 pohon jati terus mengalir. Salah satunya dari Perwakilan
petani hutan di Jawa yang menggelar aksi menanam 500 pohon 'keadilan' bagi
Rosidi. Dengan penanaman 500 pohon ini maka menjadi simbol nyata petani Jawa
meminta Rosidi dibebaskan. Sikap aparat hukum dalam penegakan hukum yang tegas
kepada Rosidi dinilai melukai rasa keadilan masyarakat.
Posko pohon keadilan untuk Rosidi
Kasus
diatas tentunya bukan kasus yang pertama yang terjadi di Indonesia, sebelumnya
juga masih segar diingatan kita ketika seorang ibu yang bernama Prita Mulyasari
yang juga mengalami kasus hampir serupa, dan juga beberapa kasus lainnya yang
terkesan mengorbankan rakyat kecil. Jika kita melihat beberapa kasus serupa diatas,
kita pasti bertanya-tanya, masih adakah keadilan untuk rakyat kecil di negeri
ini ? tentunya pertanyaan ini pantas dilayangkan, apalagi sering sekali kita
melihat baik di media massa maupun media elektronik bagaimana keadilan bisa
dibeli dengan uang, sehingga menimbulkan kesan keadilan di negeri ini hanya
berlaku untuk orang-orang berkantong tebal. Ironisnya kasus seperti ini telah
terjadi berulang kali, bahkan tak jarang juga melibatkan oknum aparat penegak
hukum yang tidak bertanggung jawab. Kalau sudah begini bagaimana rakyat kecil
bisa mendapatkan keadilan.
Tetapi
biar bagaimanapun kita semua harus optimis hukum dan keadilan di negeri ini
masih bisa diperbaiki, sehingga tidak memihak ataupun berat sebelah. Karena masih
banyak orang-orang yang memiliki hati dan nurani. Karena biar bagaimanapun dan
sampai kapanpun negeri ini tidak akan pernah kosong dari orang-orang yang
menjunjung tinggi rasa keadilan. Sekarang kita tunggu saja kapan hal ini bisa
terwujud.
Sumber : http://news.detik.com
Sumber : http://news.detik.com